cerpen Mimpi Amelia

Amelia sedang terduduk di teras rumahnya. Dia menatap langit. Seperti orang bodoh saja. Padahal berapa lama pun dia melihat, langit itu akan tetap sama, berwarna biru dan ditutupi oleh bayang-bayang awan putih. Hentikanlah, Amelia. Itu hanya membuang-buang waktu. Akan lebih baik jika dia masuk ke dalam. Kamarnya sangat berantakan. Kenapa dia tidak membersihkan kamarnya saja daripada duduk termenung di situ.
“Kenapa.. kenapa langit berwarna biru?” Gumam Amelia. “Tapi, kalau sudah malam, warnanya menjadi sangat gelap. Kenapa?” Lanjutnya. Tentu dia sedang berbicara sendiri. Dan berharap dia menemukan jawaban dari pertanyaan itu di dalam benaknya. Tetapi, tentu saja tidak. Kini dia berpikir dia harus mencari jawaban itu. Tidak perlu jauh-jauh, dia cukup membuka handphonenya, membuka web browser, dan mengetikkan pertanyaan yang bergutat dalam benaknya.
Amelia mengangguk pelan. Dia sudah membaca keseluruhan penjelasan yang muncul di layar handphonenya dari atas sampai bawah. Dia memang mengerti. Tapi, penjelasan itu justru menciptakan ribuan pertanyaan baru lagi dalam benaknya. Bagaimana bisa cahaya ini dan itu bertubrukan sehingga bisa muncul seperti itu dan seperti ini. Dan bagaimana orang yang menulis artikel tersebut bisa mengetahuinya. Dan, ah, gadis polos ini mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa mengerti apapun.
“Jangan dipikirkan kalau kamu memang tidak bisa memikirkannya.”
Dia teringat ucapan dari Ibunya itu beberapa hari yang lalu. Amelia memang sering menanyakan hal-hal apa saja kepada siapapun terutama Ibunya. Dan sang ibu tidak bisa menjawab seperti yang diharapkan Amelia. Dia menyerah. Memang ada beberapa yang bisa terjawab, tapi tentu saja lebih banyak yang tidak terjawab. Dan akhirnya pertanyaan-pertanyaan Amelia tersimpan menjadi hal misterius yang wajib sekali untuk dipecahkan olehnya.
Jadi, malam itu dia memutuskan untuk tidur. Ya, tentu saja tidur, memang mau melakukan apa lagi? Seperti biasa sebelum tidur dia selalu membaca doa. Rutinitas yang tidak pernah ketinggalan dia lakukan. Dulu, sejak masih kecil, sebelum tidur Amelia sering menangis. Membayangkan dia tidak akan bangun lagi atau terjadi hal-hal yang mengerikan selama dia sedang tertidur. Dia juga sering sekali bermimpi buruk dan mengigau. Oleh karena itu Amelia selalu membaca doa tidur yang diajarkan oleh Ibunya. Setidaknya, itu membuatnya merasa lebih baik.
Setelah itu dia menutupkan mata dan tenggelam dalam balutan selimut. Ada yang aneh. Rasanya seperti terlepas, perlahan-lahan, dan badannya terasa ringan sekali. Amelia membuka mata dan dia melihat dirinya mengambang di atas dirinya yang lain yang sedang tertidur lelap. Kenapa? Oh, tentu saja, ini pasti hanya mimpi. Iya, kan? Di dunia nyata hal semacam ini sama sekali tidak akan terjadi. Untunglah, setidaknya dia merasakan hal ajaib bisa mengambang ini di dalam mimpi. Eh, bukan hanya itu saja. Kini tubuh Amelia bergerak terus ke atas hingga menembus atap rumahnya. Dia tembus! Dan kini dia melayang di atas rumahnya sendiri. Semakin lama semakin ke atas dan sekarang Amelia bisa melihat pemandangan keseluruhan kota yang ditempatinya itu. Sangat menakjubkan.
Dia memikirkan apa lagi selanjutnya yang akan dia lakukan. Wah, sekarang pun dia bisa berpikir di dalam mimpi. Mimpi kali ini sangat nyata. Mungkin ini lah mimpi terbaik yang pernah dia rasakan.
Amelia melayang-layang. Separuh hatinya memerintahkan dia untuk pergi melayang sejauh mungkin. Ah, tidak. Tanpa melayang pun dia juga bisa pergi kemanapun jika menaiki bus kota. Kini, Amelia ingin ke atas. Dia ingin terbang dan mendorong terus tubuhnya untuk ke atas. Dia sangat ingin melakukan itu.
Beberapa saat kemudian, Amelia melihat sesuatu jauh di atas sana. Awan? Bukan, itu bukan hanya awan biasa. Itu adalah gumpalan awan yang sangat besar dan lebih hebatnya lagi, ada bangunan yang berdiri megah tepat di atasnya. Amelia takjub dan memberi selamat pada dirinya sendiri karena sudah berhasil menemukan surga di alam mimpi. Amelia jalan mendekat dan dia melihat ada pintu masuk. Dia langsung ke situ. Tidak sabar bahkan dia hampir berlari untuk mencapai pintu itu.
“Kamar tidur?” Pikir Amelia.
Ruangan itu luas, berbentuk petak. Tapi isinya hanyalah kasur-kasur yang terjajar rapi dan melekat di atas lantai awan. Ruangan itu sangat cantik. Lebih cantik dari kamar Barbie apapun yang pernah dia lihat. Hampir keseluruhan dekorasinya berwarna putih, merah jambu, dan emas. Tetapi aneh rasanya jika ruangan seluas ini tidak dihuni oleh siapapun. Pasti ada seseorang atau bahkan banyak orang yang menempatinya. Amelia yang lugu hanya bisa bertanya-tanya.
“Kamu anak baru?” Suara seorang perempuan terdengar dari arah kanan. Amelia tidak menyadari ternyata di sana ada satu ruang lain, tempat darimana perempuan berambut ikal itu keluar. Pemilik suara itu berjalan menghampiri Amelia. “Hai, kamu anak baru?” Dia bertanya lagi, karena Amelia diam saja, tidak menjawab. Amelia hanya bisa menatap perempuan itu. Dia agak terkejut. Dia tidak bisa berkata apa-apa.
“Tentu saja dia anak baru.” Seseorang muncul lagi dari dalam ruang itu. “Kamu pasti sama terkejutnya seperti kami waktu pertama kali masuk ke sini.” Dia menatap Amelia sambil tersenyum.
Amelia mengangguk pelan. Tidak jelas, mengangguk tanda mengerti atau apa. Amelia memerhatikan kedua perempuan itu, terlihat sebaya dengan dirinya. Kelihatannya mereka berdua itu orang yang baik. Amelia bernafas lega. Awalnya dia berpikir mereka akan memarahinya karena masuk tanpa izin.
Ada banyak bertanyaan mengantri untuk ditanyakan. Ini tempat apa? Kalian siapa? Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa ada kasur? Kenapa dindingnya berwana merah jambu? Dan.. Kenapa.. ada kupu-kupu berwajah cantik melayang di samping kalian?! Amelia bingung ingin menanyakan yang mana terlebih dahulu.
“Aku Willa, dia Alice.” Perempuan yang baru saja keluar itu mengenalkan dirinya dan menunjuk ke arah si rambut ikal. Ah, kenapa Amelia terlalu memperhatikan rambut ikal itu.
“Kamu siapa?” Perempuan berambut ikal bertanya.
“Aku Amelia. Salam kenal, ya.” Ujar Amelia dengan sopan.
Amelia memerhatikan sejenis kupu-kupu yang daritadi melayang di dekat mereka. Kedua sayapnya berwarna ungu bercampur kuning, berkilau. Wajahnya imut, dengan bibir merah dan bola matanya berwarna coklat yang bulat.
“Kami sebenarnya juga tidak tau mereka itu makhluk sejenis apa. Tapi, anggap saja itu peri. Ada beberapa lagi di dalam sana.” Ujar Willa.
Alice menguap, lalu dia berjalan ke salah satu kasur. “Baiklah, aku mau tidur sekarang. Kamu, Amelia, kalau mau melihat-lihat dulu, silahkan. Atau mau langsung tidur?”
Apa? Tidur? Bukannya dia sedang tertidur saat ini dan ini semua hanyalah mimpi? Tunggu-tunggu, kalau ini hanya mimpi berarti Willa dan Alice hanyalah tokoh fiktif yang hidup di dunia mimpinya. Mereka seharusnya tidak nyata. Amelia yang polos baru menyadari itu sekarang. Baru saja Amelia ingin menanyakan itu kepada mereka tetapi, Alice sudah tertidur dan Willa.. Hey, kemanakah Willa? Dia tiba-tiba menghilang. Aneh sekali.
Amelia melihat si peri kupu-kupu terbang menghilang masuk ke dalam ruangan yang belum dia masuki. Kini lagi-lagi, Amelia terpatung, sendirian. Ruangan di sebelah kanannya itu terbuka lebar dan sangat menggoda sekali untuk dimasuki. Amelia melangkahkan kakinya perlahan-lahan ke sana. Sebelum dia memasuki ruangan itu, terdengar suara dari dalam sana. Suara orang, dan kali ini suara anak laki-laki. Dan kedengarannya ada beberapa orang. Untuk kesekian kalinya Amelia terkejut. Rupanya masih ada orang lain di dalam. Ah, jika itu laki-laki, Amelia jadi tidak bergairah lagi untuk ke sana walaupun sebenarnya dia sudah penasaran sekali untuk melihat apa isi ruangan itu. Bukan berarti Amelia membenci makhluk yang berjenis laki-laki tapi, dia merasa lebih baik tidak usah mendekat, daripada kecanggungan yang akan terjadi.
“Mungkin lebih baik kapan-kapan saja.” Pikir Amelia. Dia merasa masih punya lain waktu untuk berkunjung ke tempat ini lagi walaupun sebenarnya dia juga tidak terlalu yakin apakah dia akan bisa kembali atau tidak. Karena jarang sekali—atau bahkan mungkin tidak pernah —dia bisa melanjuti mimpinya dari malam ini untuk keesokan malamnya.
Amelia kembali melihat ke Alice. Entah kenapa dia merasa perempuan itu tidak asing. Amelia seakan-akan pernah melihatnya. Tapi, dia tidak yakin dimana dan kapan. Dia berjalan mendekati jajaran kasur-kasur putih itu. Dia berhenti, tidak tau mau memilih kasur yang mana. Takutnya itu sudah menjadi kepunyaan orang lain. Tiba-tiba Alice terbangun lagi.
“Amelia? Kamu belum tidur?” Alice mengucek matanya.
“Kasurku yang mana? Aku tidak tau.” Jawab Amelia polos.
“Yang ujung sebelah kanan. Itu masih kosong.” Alice menunjuk ke arah kasur yang terletak di ujung sana. Tepat di samping jendela.
“Baiklah. Terimakasih, A..lice?” Saat Amelia melihat ke Alice, ternyata perempuan itu sudah tertidur lagi. Amelia menatap bingung.
Tanpa basa-basi Amelia langsung bergerak ke kasurnya. “Empuk sekali.” Batin Amelia. “Jadi, sekarang apa?”
Awalnya Amelia tidak yakin, tapi karena tidak tau mau berbuat apa lagi, akhirnya dia memilih untuk tidur saja di atas kasur itu. Dia merebahkan kepalanya. Mencoba berpikir mengenal hal-hal yang tidak lazim yang ada di sekelilingnya. Tapi, semakin dipikirkan justru semakin membuat Amelia tidak mengerti. Lagipula, ini kan hanya mimpi. Tidak perlu dipikirkan dengan serius. Lalu, dia pun menutup kedua matanya. Dan..
“Amelia, bangun!” Terdengar suara orang berteriak. Hm, suara yang tak asing. Amelia mencoba untuk menerka-nerka, kenapa seseorang tega menyuruhnya bangun, padahal dia baru saja menutup matanya. “Mau tidur sampai jam berapa? Kamu tidak mau sekolah?!” Ya ampun, tidak salah lagi. “Ameliaaaa!!” Itu suara ibunya!!!

SHARE ON:

Hello guys, I'm Tien Tran, a freelance web designer and Wordpress nerd. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae.

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar