cerpen Ternyata Aku

“Entah kenapa wanita itu seakan hanya berkemampuan untuk memandang saja, diam, memendam. Bisu. Seperti patung dan mungkin hanya tinggal menunggu retak di bagian tertentu yaitu hati”
Satu kalimat inilah yang keluar dari hati saat dia lewat di hadapanku, hanya ada beberapa reaksi saja yang mampu aku rasakan saat momen seperti ini beberapa kali terjadi, yaitu detak jantungku yang semakin keras, aliran darah yang semakin deras, nafas yang tak beraturan dan konsentrasi yang buyar.
Untuk mengatakan “hay” saja aku tak berdaya. Gugup mengikatku erat. Kata “hay” ku semakin tak bisa aku keluarkan saat dia tak bereaksi apa-apa waktu berpapasan denganku, mungkin melihat aku pun tidak. Menyapa pun tak pernah.
Sudah 5 hari aku magang dengan ke 5 teman kelompokku di salah satu rumah sakit pemerintah di kota Solo, aku memperhatikannya sejak pertama kenal, namanya Andy, mahasiswa magang dari kampus kesehatan Jogjakarta. Mungkin mulutku saja yang belum bisa melaksanakan tugasnya untuk menyapanya setelah perkenalan saat itu, tapi mataku sudah beberapa kali untuk memandang betapa indah dirinya.
“Vie, gimana tugas kasus hipertensinya udah selesai?” Sarah, teman magangku menyadarkanku dari lamunan kapas ini hingga pulpenku terjatuh, aku sempat melihat beberapa anak magang lainya melihatku, termasuk dia.
“oh, belum sih, baru nyicil dikit-dikit ini, kamu udah? Liat dong” jawabku asal
“yaelah, niatku nanya kamu kan karena aku mau liat tugas kamu” ujar Sarah seraya mengambil laptopku yang menampilkan microsoft word dengan tulisan “Laporan Kasus Hipertensi”
Selagi sarah melihat laporanku, aku menyelesaikan tulisanku yang belum rampung, sama halnya dengan dia (Andy) yang hanya konsen pada pulpennya, tumpukan kertas dan laptop di depannya. Hingga hati bergumam bisakah aku mengenalnya
Rasanya hari ini aku sangat sibuk, aku harus merekap data kelima pasienku, di meja ini mungkin berkasku saja yang paling berantakan, namun aku biarkan saja, karena di meja diskusi selebar ini hanya ada 4 teman magang, jadi aku agak sedikit leluasa
“Viee..” ada sapaan singkat dari sebelah kiri aku duduk, aku berlahan menoleh. Dia yang selama ini aku maksud telah menyapaku, senyumku kaku, ada kebahagian tersendiri yang susah untuk aku ungkapkan.
“iyaaa” cuman kata itu saja yang mampu aku keluarkan
“eemm.. aku boleh lihat data pasienmu? sepertinya kita ada mengambil 1 kasus pasien yang sama”
“oh, iya liat aja, pasien itu aku dapet tadi pagi” jawabku seadanya. Ya. Jawabanku memang seadanya tapi bila dia melihat ke dalam hatiku betapa bahagianya aku menari-nari mampu berbicara dengannya.
“loohh benerkan pasien kita sama, kamu kapan mau ngambil data lagi tentang pasien ini kerekam medik? biar kita sama-sama, boleh”
“oh iya boleh, nanti kita kesana aja habis makan siang”
Lalu kami hanya tersenyum untuk mengisyaratkan “oke”.
Setelah makan siang aku dan Andy kerekam medik untuk menulis data pasien yang kita perlukan. sesekali aku perhatikan raut wajahnya, santai tapi tak lepas dari serius, jemarinya cekatan untuk menulis huruf-huruf yang terangkai memiliki arti kesehatan, keningnya berkerut seakan setiap helai kalimat di fahami, terlihat bahwa dia adalah lelaki pandai. Aku larut memandang mahluk ciptaan tuhan yang indah ini, sampai akhirnya aku sadar dan tersentak saat Andy memanggil namaku
“Vie?!!” panggilnya agak sedikit keras
Aku hanya kaget tersadar seakan bangun dari tidur, aku membereskan diriku agar terlihat biasa saja dan berusaha sekuat mungkin menutupi sesuatu, yaitu rona merah di pipiku tanda malu karena sudah ketahuan memperhatikannya. Aku hanya menggaruk leherku yang tak gatal
“iyaa Ndy, udah selesai” jujur aku susah untuk berekspresi biasa, semua karena gugup, lalu Andy hanya tersenyum bingung
“udah nih, oya.. kamu habis ini ngapain?” jawab Andy seraya kami jalan ke luar ruangan
“pulang, ini udah jam 4 sore” saat ini aku sudah mengendalikan diri
“sama, aku juga pulang, aku antar ya?” tawar Andy ramah
“oh gak usah, aku bisa pulang sendiri kok, lagian kita punya PR masing-masing, jadi waktunya dibuat bikin PR aja di banding anter aku pulang” alasanku di mulut yang berbeda dengan keinginan hati yang ingin sekali diantarnya pulang
“seriuus” Andy meyakinkan
Aku mengangguk dengan kepala berat dan senyum yang aku paksakan untuk ditarik
“see u Vie, makasih ya” Andy pun berlalu, dan aku hanya mampu melambaikan tangan diiringi doa dalam hati “sampai ketemu besok”
Malam ini rasanya aku semangat sekali mengerjakan tugas, entah aliran listrik dari mana yang aku dapat, tapi yang pastinya energi dalam tubuhku terisi penuh, kejadian tadi siang mampu membuat otakku encer untuk mengerjakan tugas-tugas, sesekali aku tersenyum, sesekali aku bahagia. Jam di kamar menunjukkan pukul 22.00 WIB, saat ini hanya ada suara jemariku mengetik di laptop dan detik jarum jam yang ada di hadapanku, suara lain pun menyusul. HP. Ada sms dari nomer baru yang tak aku kenal, sampai akhirnya aku melotot dan girang melebihi orang kesurupan karena di akhir sms dari nomer yang tidak dikenal bertuliskan “dari Andy”. Ya Andy sms aku, entah dari mana dia dapat nomorku, yang pastinya 4 sms berturut-turut mampu membuatku merasa menjadi wanita terbahagia malam ini.
Seminggu telah mengantar perkenalan ini ke jenjang yang semakin akrab, selama itu kita sama-sama untuk berbagi cerita, bercanda, sama-sama mengerjakan tugas, terkadang Andy pun berkeluh kesah membagi masalahnya denganku, aku selalu berusaha untuk mendengarkan keluhnya, karena saat seperti itu aku merasa sangat berarti
“tugasnya banyak banget Vie, aku bingung mau nyari buku di mana lagi” keluhnya saat itu padaku saat makan siang
“ya kan di perpustakaan rumah sakit ada, aku bantu deh” hiburku
“beneraan” mata Andy terlihat berbinar bahagia
“iyee bantu doa ama dorong kamu dari belakang” jawabku asal, lalu kami tertawa, aku senang melihat Andy tertawa karena aku, dia terlihat jauh dari penilaianku dulu yang dingin dan cueknya membuatku berfikir, bisa tidaknya aku kenal dengan laki-laki yang telah membuatku suka padanya ini.
Hari semakin berlalu, rasaku semakin tak menentu, aku terlalu kecanduan dengan sapaan Andy setiap memanggil namaku, senyumannya, tatapan dan semua tentang dia padaku. Aku takut apabila ini hanya penilaian dan rasaku saja, aku takut Andy tak punya rasa yang sama padaku, ingin rasanya aku mengungkapkan rasa ini padanya, tapi aku berfikir ulang bawasanya aku wanita, tapi di sisi lain aku merasa akan membunuh diri ini sendiri apa bila dia tidak tau betapa aku menyukainya, ya hanya mengungkapkan, bukan untuk meminta lebih.
Aku tak banyak bicara, hanya gugup hati dan otak yang penuh pertimbangan untuk mengeluarkan kata “aku menyukaimu”. Momen seperti ini tepat sebenarnya untuk mengungkapkan itu, hanya berdua dengannya di halaman rumah sakit. Mungkin Andy heran melihat tingkahku hingga akhirnya dia bertanya
“sakit ya Vie?” tanyanya sambil menatap wajahku, disertai senyum bibirnya yang membuat mataku tak pernah jemu untuk memandangnya, aku hanya menggeleng pada Andy untuk memastikan bawasanya aku baik-baik saja. “tak ada waktu lagi, aku harus mengatakannya sekarang” aku bergumam
“Andy..”
“eh Vie, aku mau curhat sesuatu sama kamu”
Tiba-tiba kami saling berteguran bersamaan, hingga Andy tak sadar kalau sebelumnya aku juga memanggilnya, sekejap aku langsung merasa lunglai dan mengalihkan perasaanku lalu fokus pada pembicaraannya
“curhat apaa?” tanyaku singkat, ada sedikit kekecewaan dalam hati, dari sekian banyak keberanian yang aku kumpulkan untuk mengungkapkan perasaanku padanya tetapi akhirnya tidak jadi.
“janji ya kalau aku curhat ini kamu harus senang, soalnya aku lagi senang ni” ungkapnya dengan wajah cerah seakan melambangkan hatinya bena-benar diliputi kebahagiaan.
“gak janji ya, gimana mau seneng, akhir bulan sereett gini” jawabku asal bercanda, tiba-tiba aku melihat betapa memelasnya Andy mendengar jawabanku hingga aku akhirnya harus membujuknya untuk bercerita
“iyee janji, aku seneng, curhat apaan sih ayo cerita” senyumku ceria
“Vie,, aku jatuh cinta dengan seorang cewek Viee..” ungkap Andy, lantang dan begitu jelas aku dengar di telingaku. Ucapan Andi itu fix membuat senyumku luntur, membuat tubuhku mati rasa, aku seakan tidak ada kesempatan lagi untuk mengungkapkan perasaanku, aku mengutuk sukaku pada Andy, aku benar-benar tak percaya. Ibarat luka, mungkin saat itu tidak begitu sakit saat terjatuh, tapi beberapa jam setelahnya, perih itu sangat terasa. Ya begitulah aku.
“kamu jatuh cintaa?”
“iyaa.. aku suka dengan cewek itu Vie, aku suka bila ada dia, Vie.. semoga dia suka dengan aku juga ya” sambung curhatan Andy, aku hanya bisa mematung dan hanya mampu mengatakan
“dia pasti suka kamu juga Ndy, cewek mana yang gak suka sama cowok cakep dan cerdas kaya kamu”
“semoga ya Vie” Andy terlihat bahagia, dia benar-benar terlihat jatuh cinta, dan batinku berkata oh god itu bukan aku
Sakit hati itu pedih, sakit hati itu perih, seseorang yang kita suka dari dulu tak memandang kita, tak mengerti kita. Tak heran kadang air mata menjadi sahabat setia. Ada rasa putus asa terhadap Andy, tapi tak mungkin kalau aku segitu piciknya memutuskan pertemananku dengan Andy hanya karena Andy menyukai cewek lain dan dia tak tau apa-apa tentang aku dan perasaanku. Aku tetap bersama Andy, walau bersamanya lumayan menyakitkan, sama saja bersamanya membuat aku semakin suka dengannya, semakin memandangnya, melihat senyumnya dan mendengar sapaannya, yang aku tau hanya sebatas teman.
“Vie, ikut aku ke cafe yuk ntar sore” ajak Andy
“ngapain? Ngerjain tugas?” jawabku sebiasa mungkin walau sebenarnya ada yang aku tutupi
“enggak”
“lha teruss?” aku bingung
“aku mau ngungkapin perasaanyaku sama cewek yang aku ceritain sama kamu saat di taman rumah sakit 3 hari yang lalu itu lho” ucap Andy. Aku tersentak mendengarnya, bila aku ke cafe sama saja aku mematahkan hatiku sendiri, sama saja membuatku mati cemburu.
“waduh gila aja, terus di situ aku jadi obat nyamuk gitu?” masih, aku masih bisa biasa untuk bercanda dengan Andy
“ya enggaklah, kamu kan temanku, jadi kamu harus tau siapa cewek yang sudah buat aku jatuh cinta dengannya, ya ikut yaa pleasee” pinta Andy
“enggak ah, kalian berdua aja kenapa” jawabku cuek
“pleasee banget Viee..” kali ini ANdy memohon padaku seraya menggenggap tanganku, aku tak tau mesti bagaimana, dan akhirnya aku menyerah
“hhmm iya deh” hanya jawaban singkat itu aku lontarkan, Andy berterima kasih girang, lalu aku beranjak dari kursi diskusi yang ada di rumah sakit dan meninggalkan Andy, di sebuah kamar mandi aku menangis, aku gak bisa relain Andy untuk orang lain, gimana mungkin aku bisa melihatnya mengungkapkan perasaanya dengan seorang cewek di hadapan mataku yang menyukainya, merelakan hati yang siap untuk disayat-sayat.
Sore pun tiba, aku masih di kamar kost memandang jarum jam untuk menunjukkan pukul 14.00 WIB sore, aku melihat jam seakan menunggu eksekusi matiku, ada beberapa helai tisu yang basah di samping kananku, aku beranjak dari tempat tidur dengan langkah gontai menuju kamar mandi lalu bersiap-siap menuju cafe yang Andy maksud.
Sesampainya di cafe aku melihat Andy sudah menunggu terlebih dahulu, ternyata dia sendiri yang aku perkirakan sebelumnya dia sudah bersama cewek yang dia suka. Aku menarik kursi duduk di hadapannya dan membelakangi pintu masuk cafe
“udah lama Ndy, sorry telat. Macet” alasanku
“gak papa, santai aja lagi, duh Vie.. aku deg-degan nih” ungkap Andy, terlihat wajahnya gugup, sifatnya tak senatural seperti biasa. Saat ini aku benar-benar ingin menangis, ada rasa yang tak rela pula di hati.
“mana ceweknya” dengan suara memelas aku bertanya.
“nah tu dia datang” jawab Andy dengan senyum yang selalu membuat aku suka dia, aku benar-benar tak berniat memalingkan tubuhku ke arah pintu masuk cafe untuk melihat kedatangan cewek itu. Namun sampai saat ini tak ada yang kunjung datang ke meja aku dan Andy, hingga hatiku bergumam “lama amat tu cewek datang berapa jauh sih pintu masuk sampai ke meja sini”. Akhirnya aku memutuskan untuk menoleh ke belakang, nihil. Tak ada siapa-siapa yang masuk dari pintu cafe atau pun yang berjalan menuju aku dan Andy, aku lalu menatap Andy bingung
“mana ceweknya Ndy, cewekmu salah meja kali” aku mencoba meyakinkan Andy
“ceweknya kan udah datang, dia ada di hadapan aku sekarang” aku semakin bingung dengan perkataan Andy
“maksudmu?”
“kamulah cewek yang aku maksud dan aku tunggu di sini untuk ngungkapin perasaanku” ungkap Andy, aku hanya mampu mengerutkan kening dan tersenyum kecil bahagia
“aa.. aakkuu?” akupun menunjuk jari telunjuk ke arah diriku sendiri.
“kita kan temenan Ndy” sambungku
“oleh karena kita temenan Vie, aku semakin merasa dekat denganmu, aku nyaman setiap kali curhat dengan kamu, kamu selalu ada untuk aku, aku sudah lama memperhatikanmu, jauh sebelum kita saling sapa” ucapan Andy, ada rasa yang terbayar, ada sedih yang tiba-tiba tercabut dan hilang entah kemana, saat ini aku benar-benar bahagia dan semakin mencintainya
“Vie.. akuu, eemm.. suka kamu, aku pengen kita lebih dari sekedar teman, kamu.. mau jadi kekasih aku?” ungkap Andy terbata-bata bersama gugup, tiba-tiba aku bingung harus menjawab apa, bahkan jauh sebelum Andy mengungkapkan ini aku sudah menginginkan Andy untuk lebih sekedar menjadi teman
“Ndy aku gak tau mesti jawab apa”. Tiba-tiba aku melihat ekspresi sedih di wajah Andy
“kamu gak mau?” lemah sekali rasanya aku lihat Andy saat mengucapkan kalimat itu
“iya Ndy, aku gak mau. Aku gak mau untuk nolak kamu, karena kita mempunyai rasa yang sama, karena aku juga menyukaimu, dari dulu Ndy, dari lama” ungkapku lancar. Hingga akhirnya ada dua senyum yang terukir di sini, senyum yang melambangkan ungkapan dua hati yang rapi tersimpan selama ini.

SHARE ON:

Hello guys, I'm Tien Tran, a freelance web designer and Wordpress nerd. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae.

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar