cerpen Rumah Kenanga

Terik matahari di Jakarta pagi ini tidak sedikit pun menghapus semangat gadis berusia 19 tahun ini. Ia sibuk sekali dengan perabotan yang sedang ia masukan ke dalam sebuah kardus yang besar. Satu per satu alat tulis dan buku-buku ia masukan dengan hati-hati. Tak lama setelah selesai memasukan segala perabotannya ia bersiap untuk bergegas keluar dari rumahnya sebelum pergi tak lupa ia mencium tangan ibunya.
Vanya Andriani itulah nama lengkapku, aku memang sudah terbiasa melakukan kegiatan sosial ini. Menampung anak-anak jalanan kemudian membawa mereka ke suatu tempat yang bisa ku jadikan tempat untuk berbagi ilmu. Aku aktif dalam kegiatan ini semenjak duduk di bangku sma, tepatnya saat kelas 1 sma. Hatiku tergerak saat melihat banyaknya pengamen di sepanjang jalan raya. Sejak saat itulah aku dan beberapa temanku sepakat untuk menampung para pengamen serta gelandangan yang harusnya bisa menikmati bangku sekolah itu.
“Duh van maaf banget ya pasti lo udah lama banget ya nungguin gue?”, tanya rini dengan nada sedikit agak bersalah. “Hmmm lumayan sih rin tapi gak apa apa yang penting sekarang kan lo udah dateng hehe. Loh yang lain pada kemana rin? mereka gak ikut ngajar anak anak hari ini?” Aku bertanya dengan nada sedikit agak cemas. Ya maklum saja bila aku cemas bila mereka tidak ikut ke “rumah kenanga”. Ya, rumah kenanga lah yang selama ini menjadi tempat untuk meraka berbagi ilmu kepada anak anak gelandangan yang malang itu.
Sebelumnya aku mau menceritakan dulu tentang asal usul dari “rumah kenanga” itu. Sekitar 3 tahun yang lalu secara tidak sengaja aku bertemu dengan ibu Marni yang ketemui di daerah jakarta pusat itu. Ketika itu aku sedang duduk duduk di sebuah taman sambil merenung, tiba-tiba lamunanku itu terpecahkan dengan suara sapaan yang lembut itu. “nak sedang apa kamu melamun sendirian di taman siang siang bolong begini?” Tanya bu marni dengan suara ramahnya. tanpa sadar Ia sudah duduk di sebelahku. sontak aku pun sangat kaget, “hm saya sedang… hm saya sedang” jawabku dengan kalimat yang terbata bata, Tapi jujur saja aku juga bingung harus menjawab apa, karena terus terang aku sendiri bingung dengan apa yang aku lakukan. “Kamu sedang melamun ya nak?” Tanya Bu Marni lagi dengan suara lembutnya. “Tidak ada masalah yang tidak dapat terselesaikan apabila masalah kamu tidak berusaha untuk menyelesaikannya, jika kamu mau saya akan mendengarkan masalahmu, siapa tahu aku bisa membantumu untuk menyelesaikan masalahmu”
Hening sesaat kata-kata Bu Marni yang barusan itu sungguh-sungguh menyadarkanku, sehingga memutuskanku untuk menceritakan masalahku pada Bu Marni. Aneh memang jika aku mau menceritakan masalahku pada orang yang baru ku kenal, karena aku memang dikenal sebagai pribadi yang agak tertutup dengan masalahku. Setelah menghela nafas akhirnya Vanya menceritakan masalahnya kepada Bu Marni. “Beberapa hari belakangan ini aku sering sekali melihat para gelandangan yang usianya masih dibawah umur mengamen dan terlunta lunta di jalanan, kadang aku berfikir tidak kah pemerintah peduli dengan masalah ini? apa orang lain juga tidak perduli dengan masalah ini? apa aku seorang sajakah yang tersentuh hatinya hanya karena melihat para anak anak jalanan itu terlunta lunta di jalanan, ya hanya tuhan yang mengetahuinya.” Kulihat Bu Marni tersenyum sembari memegang tanganku. “Tenang nak kamu tidak sendirian, karena aku juga merasakan perasaan sepertimu, asal kau tau saja dulu aku juga sempat bertanya Tanya sepertimu. Aku juga mempertanyakan kepedulian pemerintah terhadap anak anak yang malang itu, tapi sepertinya saya tidak bisa hanya mengandalkan kepedulian pemerintah saja.
Ya saya tergerak untuk menampung mereka dan mengurus mereka, Saya memang hidup sendiri dari dulu lantas untuk menghapus kesendirian saya memutuskan untuk membentuk sebuah panti, ya memang kurang pantas disebut panti, karena rumah saya tidak sebesar panti asuhan pada umumnya, saya juga mengurus mereka sendiri tanpa ada yang membantu saya sedikit pun, oleh karena itu saya akhirnya memberi nama “rumah kenanga” untuk memberikan kesan menarik terhadap anak anak gelandangan yang saya tampung. Saya sengaja tidak meminta bantuan terhadap siapapun, saya ingin ada orang yang dengan suka rela datang untuk memberikan bantuannya dengan rasa ikhlas. Jika kamu mau nak, kamu bisa ikut mengurus mereka, misalnya dengan cara berbagi ilmu kepada mereka. maaf sebelumnya nak kalau ibu boleh tau siapa namamu?” “Vanya”, jawabku jelas. “Baik lah nak kamu bisa datang ke rumah kenanga kapanpun kamu mau” ucapnya sembari memberi secarik kertas yang bertuliskan alamat rumah kenanga.
Perkenalan di taman siang itu pun terus berlanjut. Aku merasa sangat amat beruntung bisa bertemu Bu Marni, karena sejak saat itulah masalahku bisa terpecahkan, ya aku memutuskan untuk membantu Bu Marni mengurus anak anak jalanan itu di rumah kenanga. Saat itu aku sangat antusias sekali dengan semangat yang meluap luap akhirnya aku menceritakan hal itu pada sahabat sahabatku, sungguh bahagia rasanya ketika mereka juga sangat berantusias mendengar kegiatanku ini. “Wah gue gak nyangka ternyata jiwa sosial lo tinggi juga ya, akhirmya masalah lo terpecahkan juga buat ngebantu anak anak jalanan itu”, komentar dari salah satu temanku. “boleh dong van kalo kita ikut juga ngebantuin mereka di rumah kenanga” celoteh Rini saat itu. Aku sangat amat bahagia mendengar komentar komentar positif itu dari teman temanku.
Itulah singkat ceritaku, kini kami telah berbagi ilmu dengan anak anak jalanan yang sudah kami anggap sebagai adik adik kami sendiri.
“Wahhhh akhirnya kita sampai juga ya Van di rumah kenanga”, ujar Rini sambil menguap, kami sangat lelah sekali setelah memempuh perjalanan ke sini, ya memang jakarta sudah melekat dengan kata kemacetan. “Halo adik adik bagaimana belajarnya hari ini bersama kak Rudi dan Andi hari ini? Tanyaku dengan nada semangat. Mereka pun juga menjawab salam kami dengan semangat. “asyik kak apalagi kak Rudi dan Kak Andi kan orangnya baik dan lucu hehe”. Rudi dan Andi adalah kedua temanku yang juga aktif di rumah kenanga. Mereka mengajarkan pelajaran matematika dan bahasa inggris, sedangkan Aku dan Rini mengajarkan mata pelajaran ipa, terkadang mereka juga kami suguhkan dengan games agar mereka tidak jenuh dengan pelajaran pelajaran yang kami berikan.
“Hai, selamat siang anak anak dan juga kakak kakak, sekarang saatnya makan siang, istirahat dulu ya belajarnya nanti kan bisa disambung lagi, lagipula jika perut kalian masih kosong mana bisa kalian bisa menerima pelajaran?” sapa bu marni dengan lembut, sembari meletakan hidangan hidangan lezat itu di atas meja makan yang ukurannya cukup besar. Kemampuan memasak Bu Marni memang sudah tidak diragukan lagi, pantas saja jika anak-anak beserta Vanya dan kawan kawan selalu lahap ketika menyantap hidangan lezat yang di masakanya.
Setelah hari mulai senja, Aku bersama yang lainnya berpamitan untuk pulang setalah mengajari mereka dan pastinya memberika ngames games seru untuk mereka “Bu kami pulang dulu ya, besok siang sehabis kami kuliah pasti kami kesini lagi”. “Baiklah kalian harus hati hati di jalan”. Lalu disusul dengan celotehan adik adik kami “hati hati ya kak, jangan lupa besok kesini lagi hehehe”. Kami pun bergegas pulang karena takut jalanan akan macet. Aku, Rini, Andi dan Rudi tidak pernah merasa bosan dengan kegiatan yang sudah kami lakukan selama 3 tahun ini. “Kalau bukan kalian siapa lagi yang akan merawat mereka?” itulah kata kata Bu Marni yang sangat memotivasi kami. Biasanya kami menampung anak-anak jalanan yang sedang mengamen, ada juga yang sedang menjual rok*k, sampai ada juga yang menjadi kenek bus kota. Mereka semua kami tampung ke rumah kenanga untuk bergabung bersama anak-anak lainnya.
Di hari minggu yang cerah ini Vanya dan teman temannya sudah ada di rumah kenanga mereka juga membawa sejumlah kaset dvd kartun untuk ditonton adik-adik, mereka juga membawa bahan-bahan makanan untuk diberikan makanan kepada Bu Marni, makanan itu sengaja dibwa oleh Vanya dan teman-temannya untuk persediaan di rumah kenanga. “Bu ini kami bawakan sejumlah bahan-bahan masakan, ya hitung hitung buat persediaan di sini bu, kan kasihan kalau nanti adik-adik kelaparan” ucap Rini mewakili teman temannya yang lain.
Ketika anak-anak rumah kenanga sedang asyik nonton dvd sambil makan cemilan mereka, Bu Marni mengajak kami untuk berbicara di ruang tamu. Aku curiga dengan gerak-gerik Bu Marni yang agak aneh, mukanya juga sedikit pucat, tak biasanya Ia terlihat sayu seperti ini. “Ada yang ingin Ibu bicarakan kepada kalian, Ibu kira kalian beberhak untuk mengetahui masalah ini, karena bagaimana pun kalian kan juga bagian dari rumah kenanga, kalian juga sudah sangat berjasa telah berbagi ilmu kepada adik-adik dirumah kenanga, kan jarang jarang ada anak muda jaman sekarang yang menghabiskan waktu mereka untuk mengurus anak-anak jalanan, Ibu sangat berterima kasih atas jasa kalian sebelumnya.”
“Tidak semua orang setuju dengan apa yang kita lakukan, bahkan sebagian dari mereka tidak suka dengan adanya rumah kenanga ini” sudah 2 minggu ini Ibu kedatangan tamu tak di undang mereka datang bukan tanpa maksud, jelasnya mereka mengaku bahwa mereka adalah kawanan dari agen anak jalanan, mereka adalah agen yang memperkerjakan anak anak jalanan dan mengambil upah dari jerih payah dari anak-anak jalanan itu. Mereka lantas meminta Ibu untuk menyerahkan anak-anak rumah kenanga kepada mereka, karena mereka merasa dirugikan anak-anak jalanan yang biasanya menyetor uang ke pada mereka sekarang sudah tidak bisa dipekerjakan lagi, otomatis penghasilan mereka pun berkurang banyak”. Sekarang rumah kenanga terancam dihancurkan bahkan mereka juga mengancam mengambil anak-anak dengan paksa. Ibu tentu tak akan pernah rela melepaskan anak-anak di rumah kenanga untuk diambil oleh kawananan itu, apalagi sampai dipekerjakan lagi. Oleh karena itu, tolonglah selamatkan rumah kenanga ini dari kawana jahat itu”, pinta Bu Marni dengan lirih. Vanya dan yang lain bertatapan wajah, mereka bingung harus berbuat apa.
Vanya tertunduk sambil melamun di pojok tempat tidurnya, kebiasaan merenung di malam hari memang sudah Ia lakukan ketika sedang memiliki masalah seperti saat ini, sampai nanti Ia sudah merasa sedikit agak tenang barulah Ia bisa terlelap di kasurnya.
Tak pernah terbesit sekalipun di kepalaku bahwa masalah ini akan datang, hal yang tak pernah ku inginkan dan tentunya Bu marni juga tak menginginkan hal ini terjadi, tapi aku yakin dibalik niat yang mulia ada jalan keluar yang terbaik yang diberikan tuhan, aku yakin kami bisa menyselesaikan masalah ini.
Hari ini aku dan yang lainnya seperti biasa mengunjungi rumah kenanga, tadinya kami berniat ingin mengajak mereka untuk berjalan jalan, tapi niat kami pupus setelah melihat rumah kenangan berantakan tak karuan, pagarnya yang terbuat dari kawat itu rusak, tanaman yang ada di sekeliling rumah kenanga jatuh berserakan. Sontak aku dan yang lainnya bergegas lari ke dalam rumah kenanga, begitu terkejutnya kami ketika melihat di dalam rumah hanya ada badu, yang merupakan salah satu rumah kenanga, Badu salah satu anak rumah kenanga terikat di sebuah kursi di ruang tamu, mulutnya ditutup oleh lakban hitam. Aku dan yang lainnya segera melepaskannya dari ikatan tali dan lakban itu.
“Kak tadi siang di rumah kenanga ada orang-orang jahat termasuk bang Riko dulu yang memperkejakan Badu dan yang lainnya dulu, mereka datang kesini membawa teman-temanku yang lainnya dan juga Bu Marni”, ucap Badu dengan polos. “Lalu apa kamu tahu mereka bawa kemana bu marni dan teman temanmu yang lain?” Tanya Rudi dengan panik “mau dibawa ke markas kak, aku masih ingat kok markas mereka, kalau kakak mau kesana Badu bisa anterin kakak ke markas mereka“.
Andi pun melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh menuju markas yang dimaksud oleh Badu. Mereka semua terlihat sangat panik, ditambah lagi macetnya jakarta membuat mereka berlama lama di jalan.
Sesampainya disana Vanya dan yang lainnya segera turun ke markas itu, tempatnya kumuh, banyak genangan air dan sampah sampah yang berserakan. Dengan hati-hati mereka menginitip dari jendela markas itu, benar saja di dalamnya terdapat anak anak rumah kenanga beserta Bu Marni. Mereka disekap. Kebetulan yang menjaga saat itu hanya beberapa orang saja, Vanya dan yang lainnya segera mengatur siasat untuk membebaskan mereka.
“Kita ke warung dulu yuk, si bos belum kasih makan kita, mending ke warteg aja dulu” celoteh salah satu preman kepada temannya, mereka berdua pun bergegas pergi ke warteg. Ini merupakan saat yang tepat bagi Vanya dan yang lainnya untuk menyelamatkan Bu Marni dan anak-anak yang lain. Dengan sangat hati-hati mereka berhasil masuk ke dalam markas itu, kebetulan mereka lupa mengunci pintunya, jadi sangat mudah untuk masuk ke dalam markas.
Ketika mereka masuk anak-anak serta Bu Marni segera menyadarinya, mereka memberi isyarat agar Vanya dan yang lainnya melepaskan sekapan preman-preman itu. Dengan sigap Vanya dan yang lainnya membuka lakban dari mulut mereka serta tali yang melilit tubuh mereka.
Kini semua telah terbebas mereka pun bargegas untuk kabur dari markas. Sebagian anak sudah berhasil masuk ke dalam mobil Andi, namun ketika Bu Marni dan beberapa anak lagi sedang masuk preman-preman tak diundang itu datang lengkap dengan pistol dan senjata tajam.
“Cepat keluarkan mereka!” Perintah para preman-preman itu, tapi perintah itu tudak dipatuhi oleh Vanya dan yang lainnya, karena mereka tidak mematuhi perintah itu, para preman itu akhirnya menagkap Bu Marni, Vanya berusaha untuk memberi pertolongan kepada Bu Marni, ketika preman itu berusaha untuk menembakan pistol ke arah Bu Marni, Vanya dengan sigap berlari untuk melindungi Bu Marni.
Pada hari itu cuaca cerah, seperti biasa Andi, Rini dan Rudi pergi ke rumah kenanga tapi tidak untuk untuk berbagi ilmu bersama anak anak, tampak juga di sana Bu Marni sedang bersiap siap dengan kerudung hitamnya, ya hari ini tepat 1 tahun setelah perginya Vanya akibat kejadian naas itu, karena Vanya berusaha melindungi bu marni dari tembakan pistol preman itu yang pelurunya menembus ke jantung Vanya dan sayangnya nyawa Vanya tidak dapat terselamatkan.
Suasana sangat hening di pemakaman Vanya, semua tertunduk mengucap doa sambil mengingat ingat kenangan bersama Vanya mereka juga berharap agar ia tenang disana.
Gadis berjiwa sosial itu telah pergi untuk selamanya, Ia tidak pergi dengan sia-sia melainkan mengorbankan nyawanya untuk orang lain. Sosoknya tentu akan dikenang oleh siapapun yang pernah mengenalnya, terutama oleh seluruh para warga rumah kenanga. Kini rumah kenanga sudah bertambah ramai oleh anak-anak jalanan lainnya, bahkan pemerintah setempat sudah memberikan bantuan, sehingga kebutuhan anak anak di rumah kenanga terpenuhi, bahkan pemerintah juga menjamin kemanan disana. Rini tersenyum melihat bunga bunga kenanga yang bergoyang karena dihembus angin, terbayang jelas olehnya senyum manis Vanya.

SHARE ON:

Hello guys, I'm Tien Tran, a freelance web designer and Wordpress nerd. Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae.

    Blogger Comment

0 komentar:

Posting Komentar